Biografi - Jauh sebelum kisah Cut Nyak Dien, Malahayati, dan Ratu Safiatuddin, ada seorang gadis cantik dari Aceh yang memiliki cerita tragis dalam kehidupannya. Kisah ini ada sebelum Islam memasuki Aceh, tepatnya ketika Hindu dan Buddha masih menguasai wilayah tersebut.
Adalah Nian Nio Liang Khie, putri seorang laksamana perang wanita dari Tiongkok yang membawa 2.000 pasukan wanita berpakaian serba merah. Mereka datang ke Aceh untuk menaklukkan Kerajaan Indra Jaya, Indra Patra, dan Indra Puri.
Namun, mendengar berita kerajaan tetangganya telah diserang oleh pasukan wanita dari Tiongkok, Kerajaan Indra Purba yang dipimpin oleh Indra Sakti itu bersiap menghadang serangan pasukan Nio Liang Khie dan ibunya Liang Khie. Ia pun akhirnya meminta bantuan dari laskar perang milik kerajaan Islam di Peureulak untuk membantu melawan mereka.
Setelah pertempuran yang sengit, akhirnya Liang Khie tewas dalam pertarungan sengit itu dan Nian Nio Liang Khie atau yang lebih dikenal sebagai Putroe Neng menjadi tawanan perang. Meski menjadi tawanan perang, kecantikan Nian Nao Liang Khie tidak pernah pudar.
Saat itulah, raja dari kerajaan yang bersekutu dengan kerajaan Indra Purba, yakni Sultan Meurah Johan jatuh cinta kepada sosoknya. Meski telah menikah dengan Putri Indra Kusuma-putri bungsu dari Indra Sakti, dia menyimpan rasa terhadap Nian Nao Liang Khie.
Setelah bergabung dengan Kerajaan Darud Donya Aceh Darussalam, ternyata perasaan cinta Meurah Johan pun berbalas. Dia akhirnya menikahi wanita keturunan Tiongkok itu-yang memilih masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Putroe Neng.
Tetapi siapa sangka, kisah cinta yang singkat itu berujung kematian Meurah Johan. Setelah malam pertama dengan Putroe Neng, Meurah Johan pun terbujur kaku dengan kulit tubuh membiru. Wanita yang masih berada di samping Meurah Johan itu merasa sedih dan kebingungan karena suaminya tewas usai menyentuh dirinya.
Setelah suaminya meninggal, Putroe Neng pun menjadi janda kembang yang diincar oleh banyak pria pada saat itu. Bermacam cara dilakukan para pria itu untuk merebut simpatinya sampai ia luluh. Pernikahan kembali dilangsungkan, namun yang terjadi sama seperti kejadian kematian suami pertamanya.
Kabar itu cepat menyebar hingga ia dijuluki sebagai wanita pembawa sial. Para orang tua yang memiliki anak lelaki pun mulai ketakutan mendengar rumor tersebut. Namun, paras cantik Putroe Neng memang tidak bisa dipungkiri, semakin banyak pria yang ingin meminangnya.
Mereka menganggap nasib suami-suami Putroe Neng hanya kebetulan belaka. Sampai akhirnya pernikahan demi pernikahan dijalani gadis itu hingga 99 suaminya meninggal secara mengenaskan.
1. Racun berbahaya
Lalu apa yang membuat semua suaminya meninggal dengan kondisi sama? Faktanya Putroe Neng tidak pernah membunuh para suaminya, melainkan ia memiliki racun yang telah ditanam di kemaluannya oleh nenek Putroe bernama Kie Nai-Nai saat masih remaja.
Racun ini merupakan kumpulan beberapa binatang yang diramu oleh nenek dengan tujuan untuk melindungi Putroe Neng dalam masa-masa perang yang sulit diperkirakan. Selain itu, ada mantra-mantra ilmu hitam yang terkandung dalam racun dimasukkan ke dalam bambu, kemudian bambu tersebut dibelah dua. Satu bagian dilempar ke gunung, dan potongan lainnya dibuang ke lautan.
Setelah kejadian demi kejadian, Putroe Neng pun memilih untuk sendiri agar tidak ada korban lagi yang berjatuhan. Seorang ulama bernama Teungku Syiah Hudam pun berniat untuk melamar Putroe Neng. Namun lamaran tersebut ditolak secara halus karena takut kejadian tersebut terulang lagi kepada sang ulama.
Karena ulama itu terus bersikeras, akhirnya Putroe Neng pasrah kepada Tuhan dan menerima lamaran tersebut. Teungku Siah Hudam yang menjadi suaminya yang ke-100 itu ternyata memiliki ilmu dan doa untuk mengambil semua racun mematikan yang ada di tubuh istrinya itu.
Setelah racun dicabut, Syeikh Syiah Hudam membawa Putroe Neng pulang ke Peureulak dan bersama-sama mendakwahkan Islam di sana. Namun sayangnya, kecantikan Putroe Neng yang selalu terlihat awet muda luruh menjadi terbalik, ia bahkan lebih terlihat tua dari umurnya dan bahkan lebih tua dari pelayan setianya, Yupie Tan.
Ia pun sering sakit-sakitan dan juga tidak memiliki anak. Tetapi Syeikh Syiah Hudam selalu menyayangi Putroe Neng dengan apa adanya sampai pada akhirnya Putroe Neng meninggal. Ia dimakamkan di Desa Blang Pulo (saat ini Lhokseumawe) berdekatan dengan makam Syeikh Syiah Hudam.
Terlepas dari legenda, ternyata cerita ini masih menjadi kontroversi. Karena ada beberapa sumber mengatakan bahwa 99 suami itu hanyalah kiasan banyaknya pria yang berhasil ditaklukkan oleh Putroe Neng di peperangan.
Namun, Cut Hasan selaku penjaga makam Putroe Neng membenarkan fakta 99 suami Putroe Neng yang meregang nyawa di ujung ranjang melalui ihwal mimpi yang sering ia alami. Namun, untuk ke 99 suami Putroe Neng tersebut, ia tidak mengetahuinya secara keseluruhan.
(sumber: Putroe Neng, Ayi Jufidar, 2011) (poy)
Adalah Nian Nio Liang Khie, putri seorang laksamana perang wanita dari Tiongkok yang membawa 2.000 pasukan wanita berpakaian serba merah. Mereka datang ke Aceh untuk menaklukkan Kerajaan Indra Jaya, Indra Patra, dan Indra Puri.
Namun, mendengar berita kerajaan tetangganya telah diserang oleh pasukan wanita dari Tiongkok, Kerajaan Indra Purba yang dipimpin oleh Indra Sakti itu bersiap menghadang serangan pasukan Nio Liang Khie dan ibunya Liang Khie. Ia pun akhirnya meminta bantuan dari laskar perang milik kerajaan Islam di Peureulak untuk membantu melawan mereka.
Setelah pertempuran yang sengit, akhirnya Liang Khie tewas dalam pertarungan sengit itu dan Nian Nio Liang Khie atau yang lebih dikenal sebagai Putroe Neng menjadi tawanan perang. Meski menjadi tawanan perang, kecantikan Nian Nao Liang Khie tidak pernah pudar.
Saat itulah, raja dari kerajaan yang bersekutu dengan kerajaan Indra Purba, yakni Sultan Meurah Johan jatuh cinta kepada sosoknya. Meski telah menikah dengan Putri Indra Kusuma-putri bungsu dari Indra Sakti, dia menyimpan rasa terhadap Nian Nao Liang Khie.
Setelah bergabung dengan Kerajaan Darud Donya Aceh Darussalam, ternyata perasaan cinta Meurah Johan pun berbalas. Dia akhirnya menikahi wanita keturunan Tiongkok itu-yang memilih masuk Islam dan mengubah namanya menjadi Putroe Neng.
Tetapi siapa sangka, kisah cinta yang singkat itu berujung kematian Meurah Johan. Setelah malam pertama dengan Putroe Neng, Meurah Johan pun terbujur kaku dengan kulit tubuh membiru. Wanita yang masih berada di samping Meurah Johan itu merasa sedih dan kebingungan karena suaminya tewas usai menyentuh dirinya.
Setelah suaminya meninggal, Putroe Neng pun menjadi janda kembang yang diincar oleh banyak pria pada saat itu. Bermacam cara dilakukan para pria itu untuk merebut simpatinya sampai ia luluh. Pernikahan kembali dilangsungkan, namun yang terjadi sama seperti kejadian kematian suami pertamanya.
Kabar itu cepat menyebar hingga ia dijuluki sebagai wanita pembawa sial. Para orang tua yang memiliki anak lelaki pun mulai ketakutan mendengar rumor tersebut. Namun, paras cantik Putroe Neng memang tidak bisa dipungkiri, semakin banyak pria yang ingin meminangnya.
Mereka menganggap nasib suami-suami Putroe Neng hanya kebetulan belaka. Sampai akhirnya pernikahan demi pernikahan dijalani gadis itu hingga 99 suaminya meninggal secara mengenaskan.
1. Racun berbahaya
Lalu apa yang membuat semua suaminya meninggal dengan kondisi sama? Faktanya Putroe Neng tidak pernah membunuh para suaminya, melainkan ia memiliki racun yang telah ditanam di kemaluannya oleh nenek Putroe bernama Kie Nai-Nai saat masih remaja.
Racun ini merupakan kumpulan beberapa binatang yang diramu oleh nenek dengan tujuan untuk melindungi Putroe Neng dalam masa-masa perang yang sulit diperkirakan. Selain itu, ada mantra-mantra ilmu hitam yang terkandung dalam racun dimasukkan ke dalam bambu, kemudian bambu tersebut dibelah dua. Satu bagian dilempar ke gunung, dan potongan lainnya dibuang ke lautan.
Setelah kejadian demi kejadian, Putroe Neng pun memilih untuk sendiri agar tidak ada korban lagi yang berjatuhan. Seorang ulama bernama Teungku Syiah Hudam pun berniat untuk melamar Putroe Neng. Namun lamaran tersebut ditolak secara halus karena takut kejadian tersebut terulang lagi kepada sang ulama.
Karena ulama itu terus bersikeras, akhirnya Putroe Neng pasrah kepada Tuhan dan menerima lamaran tersebut. Teungku Siah Hudam yang menjadi suaminya yang ke-100 itu ternyata memiliki ilmu dan doa untuk mengambil semua racun mematikan yang ada di tubuh istrinya itu.
Setelah racun dicabut, Syeikh Syiah Hudam membawa Putroe Neng pulang ke Peureulak dan bersama-sama mendakwahkan Islam di sana. Namun sayangnya, kecantikan Putroe Neng yang selalu terlihat awet muda luruh menjadi terbalik, ia bahkan lebih terlihat tua dari umurnya dan bahkan lebih tua dari pelayan setianya, Yupie Tan.
Ia pun sering sakit-sakitan dan juga tidak memiliki anak. Tetapi Syeikh Syiah Hudam selalu menyayangi Putroe Neng dengan apa adanya sampai pada akhirnya Putroe Neng meninggal. Ia dimakamkan di Desa Blang Pulo (saat ini Lhokseumawe) berdekatan dengan makam Syeikh Syiah Hudam.
Terlepas dari legenda, ternyata cerita ini masih menjadi kontroversi. Karena ada beberapa sumber mengatakan bahwa 99 suami itu hanyalah kiasan banyaknya pria yang berhasil ditaklukkan oleh Putroe Neng di peperangan.
Namun, Cut Hasan selaku penjaga makam Putroe Neng membenarkan fakta 99 suami Putroe Neng yang meregang nyawa di ujung ranjang melalui ihwal mimpi yang sering ia alami. Namun, untuk ke 99 suami Putroe Neng tersebut, ia tidak mengetahuinya secara keseluruhan.
(sumber: Putroe Neng, Ayi Jufidar, 2011) (poy)
loading...
Post a Comment