Halloween Costume ideas 2015
Articles by "Headline"

“Gue nggak mau lah tidur sama laki orang. Ya kecuali kalo dia kaya yah. Kalo kayak kita-kita doang mah, ngapain?” seloroh seseorang kepada temannya di sebuah toilet di mal kawasan Jakarta Selatan.

Tentu ini bukan pertama kali saya mendengar selorohan macam ini. Bahkan, bibi saya juga sering berpesan, kalau cari suami harus yang mapan, yang mampu membiayai hidup kita.

Lain waktu, adik perempuan nenek saya mengomentari pilihan saya untuk bersekolah. Katanya, perempuan itu tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, apalagi sampai S2 dan S3, karena gelar tidak berguna. Katanya lagi, perempuan yang penting harus jago menjaga diri, menjaga rumah, dan menjaga anak. Perempuan juga harus pandai memasak dan pandai membawa diri agar tidak mempermalukan suami kalau diajak ke acara-acara.

Saya yakin saya bukan satu-satunya yang sering mendengar atau dinasihati untuk menggantungkan hidup kepada laki-laki. Seolah-olah kita lahir dan dibesarkan oleh orangtua cuma sebagai persiapan untuk dapat menjadi istri dan ibu.

Tentu tak ada yang salah dengan menjadi istri dan ibu, tak ada yang salah jika ada perempuan atau laki-laki yang tak suka bekerja dan lebih suka di rumah. Persoalannya adalah ketika kita tidak diberi ruang untuk mengakses pilihan-pilihan lain.

Sementara, persoalan akses, pertama-tama adalah persoalan pola pikir, baik individu maupun masyarakat. Karena pola pikir jugalah yang nantinya akan membentuk norma dan nilai-nilai di masyarakat.

Sebab itu, tak heran jika banyak perempuan yang kemudian merasa cara tepat dan mudah untuk dapat meraih posisi ekonomi tertentu dan keamanan materi adalah dengan cara menerima uang dari laki-laki, baik dalam ataupun tanpa lembaga pernikahan.

Meski tak semua, tetapi masih banyak perempuan yang dididik untuk suatu saat dapat mengandalkan suami, juga dididik untuk merasa tidak mampu mandiri dalam hal keuangan. Pola pikir ini begitu mandarah daging, sehingga sudah sering kita mendengar ‘bercandaan’ dari perempuan “sudah capek kerja, pinginnya dinafkahin aja”.

Kondisi ini terefleksi dalam berbagai kesenjangan mengakses pendapatan bagi perempuan.

Dalam Laporan Perekonomian 2019, BPS mencatat kesenjangan upah laki-laki dan perempuan yang semakin lebar sepanjang 2015 hingga 2019. Selain itu, perempuan juga tidak banyak menempati posisi kunci pengambilan keputusan.

Apalagi, meski populasi laki-laki dan perempuan di Indonesia berimbang dengan jumlah laki-laki sedikit lebih banyak, partisipasi ekonomi perempuan dan laki-laki tidaklah berimbang. Maksud dari partisipasi ekonomi di sini adalah persentase jumlah orang yang terlibat dalam perekonomian (bekerja, berdagang, dan lain-lain). Saat ini, hanya ada 54% perempuan dan 84% laki-laki.

Laporan yang sama juga menunjukkan adanya kesenjangan politik antara laki-laki dan perempuan, yaitu rendahnya keterwakilan perempuan. Meskipun saya percaya keterwakilan perempuan seharusnya lebih menghitung keterwakilan pola pikir yang mengamini pengarusutamaan kesetaraan gender, namun saya belum melihat bapak-bapak di parlemen kita sudah bisa mengamini kesetaraan gender. Saat ini, representasi perempuan di parlemen dan kabinet berturut-turut hanya 17% dan 24%.

Bisa jadi kesenjangan-kesenjangan ini semakin mengamini perempuan yang ingin berselingkuh dengan pria mapan. Bagi perempuan, sudah aksesnya lebih susah, digaji lebih kecil, jenjang karier lebih terbatas pula. Mending jadi peselingkuh saja?

Tentunya, saya tidak menyukai istilah ‘pelakor’. Istilah ‘pelakor’ terkesan mengibliskan perempuan. Kalau ada pelakor harusnya ada petrisor alias perebut istri orang. Akan tetapi, pelakor dan petrisor tidak perlu ada karena manusia bukanlah objek yang tidak punya agensi dalam memilih.

Istilah peselingkuh lebih netral, baik untuk laki-laki maupun perempuan. Peselingkuh menunjukkan keduanya sama-sama aktif menyeleweng, baik menyeleweng dari pasangannya atau pasangan orang.

Kembali lagi ke persoalan perselingkuhan lantaran materi. Sebab itu, pertama-tama harus ada peningkatan akses perempuan terhadap ekonomi. Untuk dapat meningkatkan akses perempuan terhadap perekonomian, pola pikir kita harus diubah. Alih-alih melihat ‘habitat asli’ perempuan hanya semata sumur-dapur-kasur, kita harus mulai berani melihat perempuan berada di mana pun yang dia kehendaki.

Karena seperti kata Hakim Ruth Bader Ginsburg, “Women belong to all places where decisions are being made”, baik di tempat kerja yang mampu membiayai cicilan rumah Rp 50 juta sebulan atau dihargai keputusannya dalam hubungan rumah tangga yang sehat.

Selain itu, ini juga soal sistem dan struktur yang menciptakan kesenjangan akses dan pendapatan bagi perempuan. Jika perempuan bisa mengakses alat-alat produksi (pekerjaan, modal, dan lain-lain) dengan lebih baik dan nyaman ketika melakukan hal tersebut, semoga di masa depan kita akan lebih sering mendengar perempuan berseloroh, “Ngapain gue tidur sama laki orang, walaupun dia kaya? Mending gue jadi anggota DPR aja atau bikin usaha, biar cepet kaya.” | voxpop.id

“TUANKU, Gubernur Jenderal. Tuanku, dengan dalih yang dicari-cari sekurang-kurangnya dengan alasan-alasan provokasi yang dibuat-buat, kini sedang memaklumkan perang kepada Sultan Aceh dengan maksud hendak merampas kedaulatan tanah pusakanya. Tuanku, perbuatan ini bukan saja tidak tahu berterima kasih, tidak satria ataupun tidak jujur, melainkan juga tidak bijaksana.”

Inilah isi surat yang ditulis pujangga Multatuli. Ia merupakan nama pena dari tokoh Belanda ternama, Dowes Dakker. Surat itu ditulis saat Multatuli mendengar kasak-kusuk yang menyebutkan Kerajaan Belanda akan segera menyerang Kesultanan Aceh. Surat terbuka berjudul Brief aan den koning (Surat untuk Paduka Raja) itu dikirim Oktober 1872, beberapa bulan sebelum Hindia Belanda mengumumkan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873, 142 tahun yang lalu.

Sejarawan Aceh, Rusdi Sufi, menyebutkan, Surat untuk Paduka Raja ditulis Multatuli untuk mengingatkan raja Belanda agar tidak menyerang Aceh. Sebab, Multatuli khawatir Belanda akan kualat kalau tetap menyerang kesultanan yang berada di pintu masuk Selat Melaka itu. “Menyerang Aceh aka nada malapetakanya,” ujar Rusdi Sufi.


Surat peringatan Multatuli itu bukan tak beralasan. Menurut Rusdi, dosen sejarah Universitas Syiah Kuala, Kesultanan Aceh lah yang pertama menyatakan dukungan terhadap kedaulatan Belanda, saat negara Kincir Angin itu masih berperang melawan Spanyol selama 80 tahun dalam merebut kemerdekaannya.

Di tengah peperangan kemerdekaan itu, Sultan Aceh Darussalam Alaidin Riayatsyah, pada 1602 M, mengirim dua utusan bersama surat dukungan kepada Raja Belanda. Kedua utusan diplomatik Sultan Aceh itu adalah Abdul Hamid dan Amir Hasan.

“Mereka keduanya meninggal di Belanda. Abdul Hamid waktu itu sudah tua dan tidak tahan dengan musim dingin,” terang Rusdi Sufi lagi. Keduanya dimakamkan di sana.


Meski mendapat kritikan keras, Raja Belanda tetap gelap mata. Pada 26 Muharram 1290 H atau bertepatan 26 Maret 1873, di geladak kapal Citadel van Antwerpen, Wakil Presiden Hindia Belanda F.N Nieuwenhuijzen menyatakan perang terhadap Aceh. Saat itu, kapal Citadel van Antwerpen tengah berlayar di antara daratan Aceh dan Pulau Sabang.

“Ada beberapa sebab kenapa Belanda ingin memerangi Aceh,” sebut Rusdi, “di antaranya karena takut nantinya wilayah ini diambil oleh kolonial lain dan juga karena ini tempat yang paling staregis karena pintu masuk jalur laut.”

Memerangi Aceh, Belanda mengerahkan enam kapal perangnya. Selain Citaden van Antwerpen, ada pula kapal Coehoorm, Soerabaya, Sumatera, Marnix, dan Djambi. Belanda juga mengerahkan kapal Angkatan Laut Siak dan Bronbeek. Pada Senin, 16 April 1873, sebulan kemudian, Mayor Jenderal J.H.R Kohler mendarat bersama pasukannya di Pante Ceureumen, Ulee Lheue, Banda Aceh.


Bisik-bisik intelijen menyebutkan bahwa jantung pertahahan Aceh berada di Masjid Raya Baiturrahman. Jadilah, Kohler mengarahkan pasukan perangnya ke Baiturrahman. Naas, saat berada di depan Masjid yang terbuat dari kayu itu, di bawah sebatang pohon geulumpang, Kohler memekik keras.

“Oh, Tuhan… Aku terkena,” ia meringis sembari memegang dada. Ia tersungkur seketika.

Prajurit Belanda terbirit-birit melihat Sang Jenderal Kohler tewas bersimbah darah. Mereka mundur dan Hindia Belanda menuai kekalahan pertamanya.

“Aceh tidak takluk, tidak pada hari itu tidak pula setelahnya. Ini kisah perang yang panjang yang oleh orang Belanda disebut Aceh Oorlog atau Perang Aceh,” kisah Rusdi Sufi.

***

BERPERANG melawan Aceh, Belanda menuai kepedihan dan kehilangan yang tiada tara. Di Tanah Seulanga, mereka kehilangan empat jenderal dan lebih 2.200 serdadu. Para serdadu itu dimakamkan di sebuah perkuburan umum di kawasan Blang Padang, selatan Masjid Raya Baiturrahman. Kuburan ini dinamakan dengan Kerkhof Peutjoet. Inilah tempat peristirahatan terakhir serdadu Belanda yang meregang nyawa di tangan pejuang-pejuang Aceh.

Kerkhof Peutjoet pun menjadi saksi bahwa Belanda harus membayar mahal perang melawan Aceh.


Kerkhof, sering juga disebut Kuburan Belanda, terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda, tersembunyi di balik kemegahan gedung Museum Tsunami. Dari Jalan Teuku Umar, Kuburan Belanda bisa dilihat dari kejauhan. Kerkhof dikunjungi turis lokal, nasional, maupun mancanegara. Biasanya, usai melihat-lihat Museum Tsunami, para turis menyempatkan diri mengunjungi Kerkhof.

Memasuki Kerkhof, kita akan disambut tembok tinggi melengkung. Pintu gerbang itu dibangun pada 1893, yang terbuat dari batu bata. Di atasnya tertulis “Untuk sahabat kita yang gugur di medan perang. Ditulis dalam empat Bahasa: Belanda, Arab, Melayu, dan Jawa.

Gerbang ini dibangun sebagai bentuk penghormatan kepada letnan satu J.J.P Weijerman yang tewas dalam pertempuran dekat Masjid Siem, Kroeng Kale pada 20 Oktober 1883.

Buku De hel den serie jilid 8 halaman 25 yang diterbitkan oleh Atjehsch Leger Museum (museum tentara Belanda di Aceh) tahun 1940 menuliskan, “Luitent Weijerman was de eerste officer die op peutjoet na de oprachting van de monumentele poor ter aarde werd besdteld (Letnan Weijerman adalah perwira pertama yang dikuburkan di Peutjeoet setelah Peutjoet dilengkapi dengan pintu gerbang kehormatan).”


Di sebelah kiri pintu gerbang terukir ”In memoriam Generaal – Majoor JHR Kohler, Gesneuveld, 14 April 1873”. Sementara itu di sisi kanan tertulis kalimat “In Memoriam Luitenant – Kolonel W.B. J.A Scheepens Overleden 17 October 1913”. Di bawah kalimat tersebut juga tertulis J.H.J Brendgen VRIEND VAN Aceh.

Menurut Amri, juru kunci Kerkhof, nama-nama yang tercetak di dinding gerbang adalah tentara yang tewas di pelbagai lokasi perperangan. Nama mereka diurut berdasarkan nama tepat tersebut. Ada Teunom, Lambesoi, Koewala, Sigli, Olee Karang, Samalanga, Kandang dan lainnya yang terjadi dari tahun 1873 sampai 1910.

Nama-nama itu tak melulu mereka yang berkebangsaan Belanda. Kita juga akan mudah menemukan nama-nama Ambon, Manado, Jawa, dan bangsa nusantara lainnya. Sebab, serdadu Belanda –selain menggunakan tentara Belanda—juga berasal dari kaum pribumi.

“Tidak semua di antara mereka berasal dari Belanda namun ada prajurit Marsose lainnya yang berasal dari Jawa, Ambon dan Manado yang dibawa kemari,” jelas Amri menunjuk relief yang ada.


“Nah kalau prajurit Belanda itu di nama belakangnya ada tanda EF/F Art. Kalau Ambon dengan tanda AMB, Manado ada tulisan MND sedangkan kalau dari Jawa identitasnya dengan If atau Inlander Fuselier,” ujar Amri.

***

KERKHOF berasal dari kata Belanda yang artinya kuburan ataupun halaman gereja. Sedangkan Peutjoet merupakan nama panggilan dari putra mahkota kesayangan Sultan Iskandar Muda yang makamnya sudah lama ada dalam kompleks itu.

Memang, di situ ikut dikuburkan putra mahkota Sultan Iskandar Muda yaitu Meurah Pupok atau Poe Cut. Meurah Pupok dipancung karena dinilai melanggar hukum Islam yang berlaku di Kerajaan Aceh Darussalam. Makam Meurah Pupok ada dalam pagar kecil di sisi kiri di bawah sebatang pohon besar. Kuburan itu berbeda dengan yang lainnya. Di tempat itu mempunyai motif  Batu Aceh pada tanda nisannya. Kuburan itu juga dipayungi oleh pohon tua yang lebat daunnya yang akarnya juga sudah menonjol keluar dari tanah.


“Poe Cut itu panggilan kesayangan dalam bahasa Aceh. Dia anak Sultan yang dihukum mati oleh ayahnya sendiri karena tuduhan berbuat tidak sesuai agama,” ungkap Rusdi Sufi. “Saat itu tidak ada yang berani menghukum karena dia adalah anak Sultan. Kemudian Iskandar Muda menghukumnya sendiri.”

Ketika itu banyak yang melarang Sultan karena Meurah Pupok merupakan anak laki-laki satu-satunya dan merupakan putra mahkota kerajaan. Sehingga Sultan mengatakan “Matee aneuk meupat jirat, matee adat pat tamita.”  Kata bijak itu diingat sampai sekarang.

Tanah Kerkhof ini sebelumnya merupakan milik Kerajaan Aceh Darussalam, jauh sebelum Belanda datang dan menyerang Aceh. “Jadi makam anak Sultan sudah ada di situ lama sekali dan Belanda sangat menghargai itu sehingga tidak dihancurkan,” kisah jebolan Universitas Leiden, Belanda ini. “Namun tidak ada yang tahu dua makam yang lain itu milik siapa karena arkeolog sendiri belum melakukan pengalian eskatasi untuk meneliti.”

Sebelum menjadi komplek kuburan, tanah ini merupakan kebun milik seorang Yahudi kaya bernama Bolchover, yang oleh orang Aceh karena kesulitan pengucapan lambat laun menjadi Blower. Ia juga dimakamkan di kawasan itu. “Banyak keturunan Yahudi yang mempunyai tanah di Aceh dahulu, seperti tanah Gedung Sosial itu, juga punya orang Yahudi,” ungkapnya Rusdi.

Komplek Kerkhof ini sudah ada sejak 1880. Namun setelah itu tempat ini kurang terawat. Tahun 1979, salah seorang bekas tentara KNEIL bernama J.H.J Brendgen melihat ini dan merasa prihatin karena tanpa pagar dan takut rusak. Merekapun mendirikan Stichting Peutjut Fonds sejak 29 Januari 1976. Letnan Jendral F. Van der Veen yang merupakan mantan perwira dari Korp Marchausse yang pernah bertugas di Aceh menjadi ketua yayasan yang pertama.

“Ini sebagai pengingat bahwa pernah terjadi perang besar dulu dan bukti kekuatan orang Aceh. Ada empat jenderal Belanda yang mati di sini. Sedangkan untuk perang Diponogoro saja, Belanda hanya mengutus prajurit berpangkat kapten,” sebut Rusdi Sufi yang juga merupakan perwakilan Yayasan Peutjut Fond di Aceh. “Aset ini menjadi penting, bersejarah. Kalau hilang, cuma jadi cerita saja, jadi cerita rakyat bak dongeng,” ujarnya.

Empat jenderal Belanda yang tewas di Aceh adalah Mayor Jenderal J.H.R Kohler, Mayor Jenderal J.L.J.H. Pel, Demmeni dan Jenderal J.J.K. De Moulin. Minus Kohler, tiga Jenderal itu dimakamkan di Kompleks Kerkhof Peutjoet. Ini menjadi “kebanggaan” bagi orang Belanda yang pernah bertugas di Aceh, yang mewasiatkan andaikata mati agar dimakamkan di Peutjoet, di tengah-tengah semua teman-temannya seperjuangan.

Jenderal Van Heutsz di masa Perang Aceh juga berpesan serupa. Ia ingin dimakamkan di Kerkhof jika meninggal saat bertugas di Aceh. Namun keinginannya tidak tercapai. Meski jasadnya penuh luka perang, ia tidak meninggal di sini. Para perwira yang mati muda bahkan menuliskan pesan “Zegaan mujn moeder dat lk mijin best hrb gedaan (Katakan kepada ibuku bahwa aku telah melakukan tugas dengan sebaik baiknya).

Kohler sendiri walaupun tewas di depan Masjid Raya Baiturrahman namun ia dikuburkan jauh di Batavia sana. Tahun 1978 atas permintaan keluarga dan pemerintah Belanda, ketika Tanah Abang, Jakarta, akan digusur untuk dibuat pusat perbelanjaan, tulang belulang sang jenderal dipindahkan.

Selain Peutjuet, dulu ada Tugu Serdadu Belanda, tempat pemakaman massal di Lampade dan Oedjong Peunajong Banda Aceh. Namun kini jejaknya sudah tak terbaca lagi.

Yayasan Peutjut hingga kini terus memberikan dana untuk perawatan dan pemugaran serta biaya lainnya dengan juga dibantu oleh Dinas Pariwisata. “Mereka masih terikat emosi dengan tempat ini, namun dana terus berkurang setiap tahunnya,” harap Rusdi Sufi.

***

SIANG itu Kompleks Dutch Cemetery terluas di luar Belanda masih dipenuhi pengunjung. Tak banyak memang, namun di antaranya terdapat para kameramen yang datang untuk membuat film dokumenter. Ada pula seorang turis asal Belanda bernama Mar Sarens. Rambut cokelat kemerah-merahannya pendek sebahu, kacamata hitam tersemat di dahinya. Dia datang dari Medan, Sumatera Utara.

“First time I see this feel pain (Ketika saya melihat ini pertama sekali sakit rasanya),”  kata Mar Sarens usai berkeliling. “Kemudian saya terkejut akan luasnya, terenyuh karena tempat ini masih ada dan sangat menarik because we remember with this way (karena kami bisa mengigat dengan cara ini).”

Perempuan itu berkisah bahwa sedikit sulit mendapatkan informasi tentang lokasi komplek ini namun ayahnya dulu pernah bercerita tentang perang Aceh, sehingga merasa terpanggil untuk mengunjunginya. Saat tahu masih banyak tempat lainnya yang berhubungan dengan negaranya “Lho kok saya nggak tahu ya?” katanya.

Sebelum bergegas pulang Mar Sarens memenuhi permintaan pengunjung lain yang meminta foto bersama. “Oh I love Aceh people,” katanya sambil berdiri dan membuat bermacam gaya bahkan meminta juga difoto dengan kameranya.

Tak lama kemudian datang Jasmine van Der land, ia berjalan bersama temannya dari Museum Tsunami karena orang-orang bilang ia harus kemari. Memakai baju batik kurung dengan rambut biru yang terkepang, ia terkejut melihat komplek ini.

“Banyak sekali ya,” katanya.

Ketika mengetahui bahwa ada lembaga yang dibentuk di Belanda untuk mendanai tempat ini, dia binggung dan kehilangan senyum.

“Untuk apa?” tanyanya. ”Oh, begitu ya itu hak mereka” tambahnya ketika kemudian mendapat penjelasan kalau itu dibiayai oleh sebagian keluarga tentara yang terkubur di situ.

“Kolonialisme bukanlah sesuatu yang perlu dibangga-banggakan setidaknya buat saya,” ujar Jasmine sebelum berlalu pergi. []

Sumber: acehkita.com

Pengacara Asal Kota Medan Pra Peradilan Polres Lhokseumawe dan Kejari Lhoksukon


Saat Petani bungkah dilarang  memanen padi oleh pemilik lahan 

LHOKSUKON- Buntut kasus sengketa lahan garap di Desa Paloh Awe Kecamatan Muara Batu  Kabupaten Aceh Utara kini semakin berkepanjangan, Selasa (10/1) kemarin.

Menyusul penahanan Keujreun Blang Bungkah, kini Polres Lhokseumawe dan Kejari Aceh Utara justru dipraperadilankan pihak bertikai ke Pengadilan Negeri Lhoksukon.

Konflik sengketa lahan sawah seluas 10 hektar Desa Paloh Awe antara penggarap dan pemilik lahan Ridwan yang terjadi sejak tahun 1998, hingga hari ini terkesan bagai benang kusut yang tiada punca untuk mengurainya.

Hal ini dapat ditandai dari perkembangan kasusnya yang belum bisa dituntaskan secara damai. Meski sudah menempuh sesuai jalur hukum yang berlaku, namun kini justru polisi dan jaksa menjadi sasaran kekecewaan.

Dalam perkara prapid warga Bungkah memberikan kuasa hukum kepada Husni Thamrin Tanjung SH, Abdul Rahmat Dani SH MH dan Marici Zufda SH dari Kantor Hukum Husni Thamrin Tanjung & Rekan yang berkedudukan di Medan.

Kuasa hukum dari pihak petani Desa Bungkah Husni Thamrin Tanjung, SH mengatakan sesuai tanda terima Praperadilan Nomor 01/Pen.Pid/2017/PN-Lsk, tanggal 9 Januari 2017.

Kuasa pemohon memiliki dasar dan alasan, bahwa penangkapan Asnawi M Nur pada 29 Desember 2016 sekitar pukul 09.00 wib oleh termohon I (Polres Lhokseumawe-red), dianggap tidak sesuai prosedur. Karena tuduhan dalam kejadian di areal persawahan Desa Paloh Awe, Kecamatan Muara Batu pada 10 September 2016.

Saat ini Asnawi berada dalam Lapas Lhoksukon dengan status sebagai tahanan titipan Kejari Aceh Utara. 

“Karena proses penahanan itu dinilai cacat formil, sehingga penasehat hukum mengadukan Polres Lhokseumawe dan Kejari Aceh Utara ke Pengadilan Negeri Lhoksukon, dalam perkara praperadilan,” tuturnya.

Melalui surat gugatan praperadilan, Husni Thamrin Tanjung dan rekan menjelaskan, surat perintah membawa tersangka nomor : S.Pgl/1273/IX/2016 tanggal 29 Desember 2016. Pemohon dibawa Termohon I ke pihak Termohon II, selanjutnya dilakukan penahanan terhadap klien mereka yang tercatat sebagai Keujreuen Blang Bungkah.

”Klien kami hingga detik ini belum pernah diperiksa sebagaimana pasal 170 Jo pasal 351 KUHPidana, dan tanggal 10 September 2016, Asnawi tidak berada di Desa Paloh Awe,” ungkapnya.

Sementara itu, Kapolres Lhokseumawe AKBP Hendri Budiman melalui Kasat Reskrim AKP Yasir mengatakan pihak polisi sudah menjalankan tugasnya sesuai ketetapan aturan dan hukum yang berlaku.
“ Silahkan saja menempuh cara lain, karena  itu hak setiap warga negara dapat melakukan pra peradilan. Dalam menjalankan tugas polisi memiliki landasan hukum yang kuat. Kami siap menghadapinya,” tegasnya.

Sementara itu pemilik lahan Desa Paloh Awe Kec. Muara Batu Kab. Aceh Utara Ridwan melalui kuasa khususnya Ketua Umum BPP Coperlink Junaidi Siahaan, ST  menyayangkan sikap pihak penggarap yang memilih langkah menempuh jalur pra peradilan, padahal masih ada cara lain yang lebih bersahaja.

Asnawi ditahan pasca laporan pengaduan LSM Coperlink dengan surat tanda bukti lapor nomor TBL / 462 / XI / 2016 / Aceh / Res Lhokseumawe terkait  terlapor Asnawi cs termasuk M. Yusuf Alamsyah yang sudah terhukum dalam proses Pengadilan Negeri Lhoksukon telah melakukan perusakan dan memasuki pekarangan milik orang lain tanpa izin pemiliknya, dimana sawah dalam kondisi sudah dipagari.

Ironisnya, terkait kasus tersebut polisi sama sekali tidak pernah menahan Asnawi karena dinilai kooperatif. Namun setelah dilimpah ke jaksa,  Asnawi ditahan di Lapas Lhoksukon dengan status sebagai tahanan titipan Kejaksaan Negeri Lhoksukon.


“Puluhan tahun mereka menggarap sawah milik Ridwan yang mengantongi sertifikat asli. Sekarang ketika hukum ditegakkan mereka tidak bisa lagi menguasai lahan milik orang lain. Mereka mulai putus asa hingga harus melakukan pra peradilan,” pukasnyaSengketa Lahan Garap Di Paloh Awe Memanas.(SA/ZA)


www.MediaIslam.Org  - Seperti tidak berkesudahan, drama hilirisasi versus relaksasi hasil pengolahan pertambangan mineral di dalam negeri terus berlangsung sampai saat ini. Tercatat sudah dua kali di tanggal yang sama, yaitu 12 Januari, Pemerintah dibuat gaduh oleh pelaksanaan kebijakan hilirisasi mineral. Pertama, pada 12 Januari 2014 dan kedua pada 12 Januari 2017 yang keduanya bermula dari kegagalaan implementasi regulasi.

Ada apa dan mengapa kebijakan ini tidak dapat diimplementasikan?

Begitu lemahkan negara ini sehingga tidak mampu menjalankan kebijakan pengolahan dan pemurnian hasil tambangnya di dalam negeri yang notabene-nya merupakan kewajiban perusahaan pertambangan? Apakah Pemerintah tersandera berbagai kepentingan asing yang merongrong kebijakan hilirisasi?

Baca Juga: Besok, Pemerintah Putuskan Relaksasi Ekspor Mineral Freeport

Atau jangan-jangan para pengambil kebijakan dan pelaksana kebijakan pun memainkan peran ganda sebagai agen Pemerintah sekaligus agen korporasi yang tidak pro kepentingan nasional?

Seakan begitu banyak masalah, mulai dari masalah law making process, masalah implementasi, sampai dengan masalah kapasitas moral para pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan, dan sasaran kebijakan.

Seolah tidak belajar dari pengalaman, kegaduhan menjelang 12 Januari 2017 pun semakin ramai, semakin banyak dramanya. Sehingga kepentingan rakyat yang lebih besar mengenai sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat bukan sebesar-besar kemakmuran kapitalis asing, seolah tidak terpikirikan, hanya ilusi, dan seolah dikesampingkan.

Sumber Gaduh

Kegaduhan ini bermula dari pengaturan yang sangat revolusioner dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).

Ketentuan-ketentuan terkait kewajiban pengolahan dan/atau pemurnian mineral di dalam negeri, meliputi, pertama Pasal 102 dan Pasal 103 yang intinya mengatur bahwa Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi wajib peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.

     UU Nomor 4 Tahun 2009 mewajibkan seluruh pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi melakukan peningkatan 
      nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.  (CNN Indonesia)

Konsistensi Kebijakan Hilirisasi Mineral yang Tidak KonsistenUU Nomor 4 Tahun 2009 mewajibkan seluruh pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi melakukan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri.  (CNN Indonesia/Elisa Valenta Sari)
Kedua, Pasal 170 UU Minerba yang mengatur bahwa pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba ini diundangkan pada 12 Januari 2014.

Ketiga, Pasal 112 huruf a dan c Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba yang mengatur Kuasa pertambangan, surat izin pertambangan daerah, dan surat izin pertambangan rakyat, yang diberikan sebelum ditetapkannya PP Nomor 23 Tahun 2010 tetap diberlakukan.

Baca Juga: Pemerintah Fasilitasi Freeport Agar Tetap Mau Berinvestasi

Sampai jangka waktu berakhir serta wajib disesuaikan menjadi IUP dan wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri dalam jangka waktu paling lambat lima tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.

Keempat, Pasal 112C PP Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 23 Tahun 2014 yang mengatur (1) Pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri; (2) Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 angka 4 huruf a PP No. 23 Tahun 2010 (IUP hasil penyesuaian Kuasa pertambangan dan surat izin pertambangan daerah) wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri; (3) Pemegang kontrak karya yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan pemurnian, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu; (4) Pemegang IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada angka 2 yang melakukan kegiatan penambangan mineral logam dan telah melakukan kegiatan pengolahan, dapat melakukan penjualan ke luar negeri dalam jumlah tertentu; (5) Ketentuan lebih lanjut Mengenai pelaksanaan pengolahan dan pemurnian serta batasan minimum pengolahan dan pemurnian diatur dengan Peraturan Menteri.

Berdasarkan ketentuan di atas, hampir delapan tahun pemegang KK dan IUP/IUPK diberi waktu untuk melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri, tentunya dengan membangun smelter baik sendiri maupun bekerja sama.

     Freeport Indonesia dan Amman Mineral Nusa Tenggara sampai saat ini tidak melaksanakan kewajiban pembangunan        smelter ini. (Dok. Freeport)

Konsistensi Kebijakan Hilirisasi Mineral yang Tidak KonsistenFreeport Indonesia dan Amman Mineral Nusa Tenggara sampai saat ini tidak melaksanakan kewajiban pembangunan smelter ini. (Dok. Freeport)
Namun, faktanya saat ini, perusahaan besar seperti PT Freeport Indonesia dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (dulu PT Newmont Nusa Tenggara) pun tidak melaksanakan kewajiban pembangunan smelter ini.

Bahkan bila ingin lebih panjang durasi pemberian waktu, maka sesungguhnya dalam Kontrak Karya PT Freeport (KK perpanjangan 1991) telah ada kewajiban pembangunan smelter dan ketentuan mengenai bahwa Freeport akan mematuhi aturan hukum Indonesia dari tahun ke tahun.

Selain alasan inkonsistensi pelaksanaan UU Minerba, kegaduhan ini juga disumbangsih oleh ketidakjelasan pembinaan dan pengawasan, ketidakjelasan proses renegosiasi kontrak pertambangan, standar ganda kebijakan pemberian izin ekspor mineral. Ketidakjelasan pembinaan dan pengawasan memiliki porsi yang besar bagi mandegnya kebijakan hilirisasi. Sejatinya perusahaan tambang diberi sanksi sekaligus berbagai kemudahan agar smelter terbangun.

Masalah utama pembangunan smelter antara lain pasokan energi, sehingga Pemerintah perlu memberikan insentif agar pelaku usaha mendapat pasokan energi.

Belum lagi masalah perizinan smelter yang panjang, misalnya selain terdapat izin usaha pertambangan khusus pengolahan dan pemurnian, perusahaan pertambangan juga harus mengurus izin usaha industri dari Kementerian Perindustrian.

Kembali ke UUD 1945 atau Berkhianat?

Secara filosofis dan yuridis-formal, pemberian izin ekspor hasil pengolahan mineral pasca 2014 merupakan bentuk ketidakpatuhan pada UUD 1945 yang telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 10/PUU-VII/2014 yang menyatakan bahwa kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri dalam UU Minerba merupakan kewajiban konstitusional karena telah sesuai dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.

Artinya, segala bentuk pemberian izin ekspor mineral hasil pengolahan yang belum dimurnikan di dalam negeri, merupakan bentuk kehendak Konstitusi (Pasal 33 ayat (3) UUD 1945) dan kehendak rakyat (UU Minerba).

Bila Pemerintah, pada 12 Januari 2017 akan menerbitkan Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Menteri ESDM yang isinya memberi kesempatan ekspor hasil pengolahan mineral yang belum dimurnikan di dalam negeri maka ini bentuk pengingkaran kepada Konstitusi dan UU Minerba.

     Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Presiden Jokowi dinilai berpotensi mengingkari ketentuan UU Pertambangan                Minerba jika salah menerbitkan kebijakan hilirisasi mineral. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Konsistensi Kebijakan Hilirisasi Mineral yang Tidak KonsistenMenteri ESDM Ignasius Jonan dan Presiden Jokowi dinilai berpotensi mengingkari ketentuan UU Pertambangan Minerba jika salah menerbitkan kebijakan hilirisasi mineral. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)
Selain itu, berdasarkan Siaran Pers Nomor 00005.Pers/04/SJI/2017 tanggal 10 Januari 2017, bahwa salah satu materi Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Menteri ESDM adalah perubahan KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Perubahan ini perlu hati-hati mengingat UU Minerba telah mengatur secara ketat, tegas, dan jelas bahwa IUPK merupakan perizinan yang berasal dari kewilayahan khusus yaitu Wilayah Pencadangan Negara (WPN) yang ditetapkan atas persetujuan DPR RI yang apabila ingin diusahakan maka WPN diubah menjadi Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WUPK), selanjutnya berganti menjadi Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK), dan atas WIUPK itu harus ditawarkan ke BUMN terlebih dahulu baru kemudian apabila BUMN tidak berminta maka baru ditawarkan kepada swasta dengan cara lelang.

     Jika berhasil mendapat IUPK maka Freeport sekaligus mendapat perpanjangan masa operasi produksinya.
     (Dok.Freeport)

Artinya ketika KK langsung mendapat IUPK, tentu potensi menyimpangi UU Minerba sangat besar. Jangan sampai seolah-olah demi memberi berbagai kemudahan kepada pelaku usaha, misalnya Freeport Indonesia yang KK-nya menjadi IUPK sehingga harusnya KK Freeport berakhir 2021 dengan mendapat IUPK maka Freeport diperpanjang operasi produksinya. Maka Pemerintah menabrak berbagai regulasi karena jelas ini mempertontonkan kepada rakyat bahwa negara Republik Indonesia yang sangat besar ini terlalu mudah tunduk pada kepentingan asing yang sesungguhnya belum tentu memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Konsistensi Kebijakan Hilirisasi Mineral yang Tidak KonsistenJika berhasil mendapat IUPK maka Freeport sekaligus mendapat perpanjangan masa operasi produksinya. (Dok. Freeport)
Akhirnya, 12 Januari 2017 nanti, Pemerintah akan memperlihatkan kepada rakyatnya bagaimana supremasi hukum (Pasal 33 UUD 1945 dan UU Minerba) dan kepentingan sebesar-besar rakyat dibela. (ibnu)

Sumber:cnn


www.MediaIslam.Org - Direktur Kontra Terorisme dan Separatisme Pusat Hak Asasi Muslim Indonesia (PUSHAMI), Yusuf Simbiring meminta Detasemen Khusus Anti Teror 88 langsung bergerak untuk menanggapi tantangan perang yang dilontarkan Organisasi Papua Merdeka (OPM) terhadap Militer Indonesia.

Yusuf menilai tantangan perang terbuka Panglima Tinggi Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB), Jendral Goliath Tabuni sebagai sebuah bentuk makar nyata. Untuk itu, pemerintah Indonesia harus segera menerjunkan pasukan khususnya.

Baca Juga: Panglima Sparatis OPM Tantang Perang Indonesia, Aparat Melintas akan Ditembak Mati

�Ini mungkin sifatnya menunggu perintah, ini kan sebenarnya jelas, maka harus segera diproses. Harusnya Densus 88 bergerak cepat, tapi kita kembalikan lagi, tinggal nunggu siapa yang mau perintah,� ucapnya pada Panjimas, Selasa (10/01).

Yusuf merasa sudah saatnya Densus 88 harus berani diterjunkan ke tanah Papua untuk melawan bentuk makar nyata dari OPM.

�Kalau yang punya peranan pasukan yang bisa bergerak cepat dari Densus 88, ya segera masuk. Segera masuk dan ini harus ditangkap semuanya, proses secara hukum,� imbuhnya.

Baca Juga: Pernyataan Lengkap Tantangan Perang Separatis Papua terhadap Pemerintah Indonesia!

Kalau Densus 88 selalu garang menghadapi aktifis Islam yang tidak bersenjata, maka masyarakat Indonesia menunggu aksi Densus 88 dalam merespon OPM bersenjata dan jelas berbuat makar. Yusuf meminta aparat hukum bertindak adil, jangan ada diskriminasi hukum.

�Iya bener, jangan sampai ada diskriminasi hukum, karena dampaknya sociality masyarakat. Akan ada kecemburuan hukum,� pungkasnya.

Sumber:panjimas


www.MediaIslam.Org - Terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama enggan bicara kepada awak media setelah dirinya menjalani sidang lanjutan di Auditorium Kementerian Pertanian (Kementan), Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (10/1) malam.

Ahok yang memakai batik lengan panjang berwarna biru muda bersama tim kuasa hukumnya keluar melalui pintu VIP Auditorium Kementan sekitar pukul 00.00.

Ahok yang diwakili Juru Bicaranya Triana Dewi Seroja hanya memberikan keterangan soal kesaksian saksi pelapor Irena Handono yang dianggap memberikan keterangan tidak benar dan fitnah dalam sidang kelima tersebut.

Baca Juga: Ini Jawaban 'SKAKMAT' Ustadzah Irena Handono Saat Dicecar Pengacara Ahok Soal Tabayun

"Misalnya, Bapak Ahok keberatan dengan keterangan saksi Irena mengenai tuduhan penodaan agama yang dilakukan oleh Bapak Ahok pada saat doorstop di Balai Kota, pidato di kantor DPP Nasdem, di dalam e-book Ahok berjudul Merubah Indonesia, dan video pidato Ahok di Kepulauan Seribu dari Youtube," kata Triana.

Selanjutnya, kata dia, Ahok juga keberatan dengan saksi Irena yang hanya mengambil kalimat dari Ahok secara sepenggal-penggal (tidak utuh).

"Yaitu pada kalimat jangan percaya sama orang faktanya orang di sini yang dimaksud oleh Bapak Basuki bukan ulama. Melainkan oknum politisi yang kerasukan roh Kolonial," tuturnya.

Baca Juga: Saksi Umi Irena Handono 'Tunjuk-tunjuk Ahok di Persidangan'

Kemudian, ia juga mengatakan Ahok keberatan dengan pernyataan saksi Irena yang menyatakan bahwa Ahok menafsirkan sendiri Surat Al-Maidah ayat 51.

"Faktanya pada buku e-book Bapak Basuki yang berjudul Merubah lndonesia, jelas tertulis Padahal setelah saya tanyakan teman-teman termasuk Gus Dur... dan Bapak Basuki tidak pernah mengkritisi kitab cuci Al-Quran," ujarnya.

Hal lain yang dicermati Ahok, kata dia adalah pada keterangan di BAP nomor 11 saksi Irena mengatakan "cerminan kebencian Bapak Basuki Tjahaja Purnama terhadap agama Islam....".

Hal itu jelas tidak benar dan fitnah, sebab faktanya adalah orang tua angkat Ahok beserta saudara angkatnya yang muslim yang notabene sebagai muslim taat pasti sangat marah dan sedih sebagaimana pernah diutarakan dalam nota keberatan dalam persidangan beberapa waktu lalu.

"Bahkan sampai sekarang di rumah Bapak Basuki di Belitung masih ada kotak sumbangan untuk membangun masjid karena Bapak Basuki dipercaya untuk itu dan juga Bapak Basuki menyumbang pembangunan masjid dari uang pribadi," ucap Triana.

Ia pun menyatakan berdasarkan keberatan Ahok terhadap keterangan saksi Irena yang tidak benar tersebut, Tim Kuasa Hukum meminta kepada Majelis Hakim untuk memerintahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) melakukan upaya hukum terhadap saksi yang memberikan kesaksian palsu itu.

"Atas permintaan tersebut Majelis Hakim mengatakan akan mempertimbangkannya dan berdasarkan tuduhan dan fitnah yang disampaikan saksi Irena itu, Ahok dan kuasa hukumnya akan melaporkan Irena ke Polda Metro Jaya," kata Triana.

Dalam sidang kelima ini beragendakan pemeriksaan saksi-saksi pelapor dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) sama seperti sidang keempat sebelumnya pada Selasa (3/1).

Ada pun saksi-saksi pelapor yang telah diperiksa hari ini (Selasa, 10/1) antara lain Pedri Kasman, Irena Handono, Muhammad Burhanuddin, dan Willyuddin Abdul Rasyid Dhani.

Sumber:antara


www.MediaIslam.Org - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon optimistis Ketua Umum partainya Prabowo Subianto bakal memenangi pemilihan presiden 2019 jika dicalonkan kembali oleh para pendukungnya.

Optimisme itu didasari pada hasil pilpres 2014 lalu ketika Prabowo berhadapan dengan Joko Widodo. �Kami yakin di 2019 Prabowo akan menang. Kemarin saja dengan persiapan yang relatif pendek kami bisa hampir memenangkan dengan selisih yang cukup tipis. Apalagi sekarang,� ujar Fadli saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/1).

Fadli juga mengacu pada besarnya jumlah anggota Gerindra di DPR saat ini. �Kemarin kami hanya anggota 26 orang. Sekarang 73 orang, belum lagi di DPRD Provinsi Kabupaten Kota, jumlahnya bisa dua ribuan,� kata dia.

Baca Juga: Aksi Turun Gunung Prabowo dan 'Cek Ombak' Jelang Pilpres 2019

Selain itu, Fadli meneruskan, partainya memiliki kader-kader yang militan, mesin politik yang kuat, dan simpatisan yang cukup banyak. �Menurut hasil survei juga Pak Prabowo selalu berada di dalam top two. Kadang nomor satu, nomor dua, begitu saja antara Prabowo dan Jokowi. Jadi, peluang kami sangat besar,� tutur Wakil Ketua DPR ini.

Seandainya pun nanti kalah lagi, menurut Fadli Gerindra tidak takut disorot negatif oleh publik.

�Siapa yang yang mau bully? Presiden Abraham Lincoln saja berkali-kali kalah. Biasa itu di dalam politik. Dalam hidup saja kita sering gagal,� kata Fadli.

Menyangkut persiapan, Fadli menyatakan tentunya melakukan konsolidasi dan selalu berpihak pada kepentingan rakyat. �Menyuarakan aspirasi rakyat, karena memang itulah tujuan kami,� ucap Fadli. �Gerindra ini kan dibuat sebagai gerakan. Namanya Gerakan Indonesia Raya. Jadi ada movement-nya. The Great Indonesia movement. Jadi artinya, kami ingin ada upaya memperbaiki Indonesia menjadi Indonesia Raya.�

Baca Juga: Prabowo Turun Gunung, Kunjungi Kampung 'Musuh Ahok'

Disinggung ihwal kemungkinan koalisi dengan pemerintahan Jokowi, Fadli mengatakan Prabowo sejak awal juga sudah menyampaikan pada Jokowi untuk menjaga ?demokrasi Indonesia atau menjaga pemerintahan Jokowi.

�Bisa menjalankan tugas-tugas, tidak akan menganggu. Yang baik kami dukung, yang tidak baik kami koreksi. Namun tidak ada upaya untuk menggulingkan dan sebagainya,� ujar Fadli.

Fadli lantas mengingatkan soal pernyataan yang pernah disampaikan Prabowo soal pertarungan di pilpres mendatang. �Dan saya kira di 2019, waktu itu pertemuan bulan Oktober 2014, Pak Prabowo menyampaikan �di 2019 kita akan bertanding lagi��.

Fadli secara diplomatis menjawab soal tidak bakal terjadi koalisi. �Ya, pokoknya, kita bertanding lagi. Gitu, lho.�

Dia membenarkan bahwa poros PDIP yang saat ini menguasai pemerintahan bakal menjadi lawan. �Iyalah, kan pada dasarnya, kita tuntutannya kepada Prabowo, para kader Gerindra menginginkan Pak Prabowo menjadi Presiden,� kata Fadli.

Fadli lalu mengklaim tidak takut dengan bergabungnya Partai Golkar ke poros pemerintah. �Ya terserah masing-masing partai. Nggaklah (takut). Saya kira lihat lah survei-survei di mana-mana sebaga indikator. Saya kira harapan masyarakat kepada Pak Prabowo semkin besar,� tegasnya.

Tunggu Momentum

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani sebelumnya mengatakan, partainya berencana untuk mencalonkan kembali sang ketua umum Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden dalam ajang pilpres 2019.

Namun, Muzani menjelaskan, hingga kini Partai Gerindra masih menunggu momentum untuk mendeklarasikan pencalonan Prabowo tersebut.

"Tentang capres, Insya Allah kami akan kembali calonkan beliau (Prabowo Subianto) pada 2019 nanti. Tapi, deklarasinya kami sedang mencari momentum yang tepat," ujar Muzani, di Jalan Kertanegara 4, Jakarta, Senin malam (9/1).

Menurut Muzani, Gerindra juga berencana untuk menggelar deklarasi Prabowo pada hari ulang tahun partai ke-9, yang jatuh pada 6 Februari 2017. Akan tetapi, Muzani belum dapat memastikan akan ada deklarasi di momen tersebut.

Saat ini, kata Muzani, Gerindra tengah fokus untuk memenangkan Pilkada serentak 2017, terutama di Jakarta. Dalam hal ini, Gerindra bersama PKS mengusung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. "Saat ini kmi sedang berkonsentrasi pada pemenangan Pilkada DKI dan daerah lain," ujar Muzani.

Dorongan Prabowo untuk maju kembali sebagai bakal calon presiden di Pemilu 2019, sebelumnya terdengar dalam kegiatan Rapat 8.000 Kader Gerindra DKI Jakarta di JIExpo Kemayoran, Minggu (8/1).

Hanya saja, Prabowo ketika dikonfirmasi saat itu mengaku, belum memikirkan peluangnya untuk maju kembali sebagai bakal calon presiden pada Pilpres 2019, termasuk apabila Pilkada DKI Jakarta 2017 dimenangkan pasangan Anies-Sandi.

"Ya 2019 masih lama, kita lihat nanti. Kita itu tidak seperti ya bicara politik. Bicara politik itu bagi saya adalah kepentingan nasional, dan rakyat. Jadi Gerindra akan membela kepentingan rakyat, bangsa di atas segala kepentingan," ujar Prabowo usai kegiatan.


www.MediaIslam.Org - Suara lantang, serak dan bergetar terdengar menggema saat Prabowo Subianto memberi arahan kepada 8.000 kader yang hadir dalam rapat Partai Gerindra DKI Jakarta, akhir pekan lalu.

Orang nomor satu di Gerindra itu berapi-api meminta seluruh kader untuk memenangkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta 2017.

Tak tanggung-tanggung, Prabowo pun menyatakan kesiapan terjun langsung ke lapangan di sisa 34 hari masa kampanye Pilkada.

"Saya siap untuk keliling Jakarta," ujar dia tegas.

Ucapan Prabowo di hadapan ribuan kader itu bukan sekadar wacana. Sehari sebelumnya, Sabtu (7/1), Prabowo mengunjungi tenda-tenda pengungsian di Kampung Akuarium dan Luar Batang, Jakarta Utara.

Baca Juga: Prabowo Turun Gunung, Kunjungi Kampung 'Musuh Ahok'

Kunjungannya itu juga ditemani Anies dan Sandiaga. Terik matahari tak menyurutkan semangat pria berusia 65 tahun itu untuk melihat wilayah yang menjadi korban penggusuran.

Mengenakan safari cokelat, kehadiran Prabowo beserta rombongan menarik perhatian warga. Mereka berkeluh-kesah mengenai kondisinya pasca-penggusuran.

Prabowo yang juga sempat berpidato di hadapan warga itu menjanjikan bahwa kepemimpinan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di bawah Anies-Sandiaga jika terpilih kelak tidak akan menggusur rakyat kecil.

Aksi turun gunung Prabowo tak berhenti sampai di sana. Dua kegiatan di akhir pekan tersebut, ternyata masih diikuti kegiatan lain, seperti yang dilakukan tadi malam.

Baca Juga: SBY Dan Prabowo Tidak Hadiri Perayaan HUT PDI P

Di kediaman keluarga besarnya, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Prabowo mengundang Anies-Sandiaga beserta sejumlah perwakilan relawan Roemah Djoeang dalam sebuah jamuan makan malam yang disertai pertemuan tertutup.

Di sisa waktu 34 hari menjelang pemungutan suara, tiga kandidat pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta menghadapi sejumlah agenda penting. Hal itu pula yang  dimaksimalkan Prabowo maupun elite partai pengusung Anies-Sandiaga.

Pada pekan ini saja misalnya, tiga pasangan calon harus beradu dalam debat kandidat yang diselenggarakan KPU DKI Jakarta Jumat, 13 Januari. Kemudian debat kedua pada 27 Januari dan debat terakhir pada 10 Februari.

Kepadatan jadwal itu belum termasuk rapat umum masing-masing yang berada di akhir pekan. Kegiatan itu juga masih harus diselingi dengan mengunjungi warga, terutama yang menjadi basis kekuatan masing-masing.

Dengan kondisi tersebut, publik tentunya menantikan hasil turun gunung Prabowo pada elektabilitas Anies-Sandiaga. Sebab, pasangan nomor urut tiga ini selalu berada di urutan buncit atas hasil beberapa lembaga survei.

Meski demikian, Anies menampik turun gunungnya Prabowo bukan demi mengerek elektabilitasnya bersama Sandiaga yang belum kunjung menanjak.

Dia mengatakan, turunnya Prabowo sudah dari jauh hari direncanakan pada bulan Januari. Bulan ini, dia menyebutkan seluruh komponen, termasuk elite partai turun untuk ikut membantu kampanye.

Anies pun belum bisa menilai efektivitas dan pengaruh dari hasil dua kegiatan turun gunung Prabowo yang dilakukan di akhir pekan tersebut.

"Belum kelihatan hasilnya, karena baru mulai. Kalau dimulai sejak empat bulan lalu, sampai sekarang itu hambar," ujar Anies.

Namun Prabowo tentunya tak menampik kemenangan Gerindra di Pilgub DKI Jakarta bakal memberi pengaruh besar terhadap konstelasi politik di ajang Pilpres 2019. Tidak mengherankan jika kemudian barisan kader Gerindra belakangan sudah mulai mendorong Prabowo untuk kembali bertarung memperebutkan kursi RI 1.

Tunggu Momentum

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani telah mengonfirmasi partainya berencana mencalonkan kembali Prabowo sebagai bakal calon presiden dalam ajang pilpres 2019.

Namun, Muzani menjelaskan, hingga kini Partai Gerindra masih menunggu momentum untuk mendeklarasikan pencalonan Prabowo tersebut.

"Tentang capres, Insya Allah kami akan kembali calonkan beliau (Prabowo Subianto) pada 2019 nanti. Tapi, deklarasinya kami sedang mencari momentum yang tepat," ujar Muzani.

Menurut Muzani, Gerindra juga berencana untuk menggelar deklarasi Prabowo pada hari ulang tahun partai ke-9, yang jatuh pada 6 Februari 2017. Akan tetapi, Muzani belum dapat memastikan akan ada deklarasi di momen tersebut.

Saat ini, kata Muzani, Gerindra tengah fokus untuk memenangkan Pilkada serentak 2017, terutama di Jakarta. Dalam hal ini, Gerindra bersama PKS mengusung pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno sebagai calon gubernur dan wakil gubernur. "Saat ini kmi sedang berkonsentrasi pada pemenangan Pilkada DKI dan daerah lain," ujar Muzani.

Dorongan Prabowo untuk maju kembali sebagai bakal calon presiden di Pemilu 2019, sebelumnya terdengar dalam kegiatan Rapat 8.000 Kader Gerindra DKI Jakarta di JIExpo Kemayoran, Minggu (8/1).

Hanya saja, Prabowo ketika dikonfirmasi saat itu mengaku belum memikirkan peluangnya untuk maju kembali sebagai bakal calon presiden pada Pilpres 2019, termasuk apabila Pilkada DKI Jakarta 2017 dimenangkan pasangan Anies-Sandi. Dia masih 'cek ombak' alias melihat situasi dan kondisi yang saat ini terjadi di lapangan.

"Ya 2019 masih lama, kita lihat nanti. Kita itu tidak seperti ya bicara politik. Bicara politik itu bagi saya adalah kepentingan nasional, dan rakyat. Jadi Gerindra akan membela kepentingan rakyat, bangsa di atas segala kepentingan," ujar Prabowo usai kegiatan.[ibnu]

Sumber: Cnn


www.MediaIslam.Org - Berbeda dengan sidang sebelumnya, ada peristiwa menarik di sela sidang kelima kasus dugaan penodaan agama oleh terdakwa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Selama proses persidangan, seluruh pengunjung sidang tidak diperkenankan membawa alat komunikasi.

Salah seorang pengunjung sidang yang mengenakan kemeja berwarna putih masuk dengan seorang petugas kepolisian dan meminta polisi menindak pengunjung sidang yang kedapatan menggunakan telepon genggamnya di dalam ruang sidang.



Menurut pria tersebut, dia melihat pendukung Ahok yang mengenakan kemeja kotak-kotak membawa dan menggunakan telepon genggam saat persidangan.

Baca Juga: Ini Jawaban 'SKAKMAT' Ustadzah Irena Handono Saat Dicecar Pengacara Ahok Soal Tabayun

"Begini ya negara demokrasi? Kita (pengunjung pihak pelapor) seluruh HP nya diminta ditaruh di loker. Tapi ini banyak yang pada mainan HP," ujarnya ke polisi sambil menujuk pendukung Ahok.

Tak lama berselang, dua pendukung Ahok berkemeja motif kotak-kotak yang terbukti membawa telepon genggam ke dalam ruang persidangan, langsung terlihat ke luar ruangan persidangan setelah diminta polisi.

"Ini kan NKRI, yang ini kok (pendukung Ahok) boleh bawa HP, kita nggak boleh, disuruh dititip di loker. Terserah dah tuh gimana," ucap salah satu pengunjung dari pihak terlapor. [DM]


www.MediaIslam.Org - Pemerintah memastikan memutuskan relaksasi ekspor mineral dalam revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2010, besok. Kepastian ini datang setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan menteri-menteri kabinet kerja melakukan rapat terbatas di Istana Negara, Selasa (10/1).

Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2014, pemegang Kontrak Karya (KK) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi masih bisa melakukan ekspor mineral hingga 11 Januari 2017. Namun, pemerintah berharap keputusan relaksasi ekspor mineral dapat ditentukan sebelum tenggat waktu yang ditetapkan.

"Paling cepat besok sore diumumkan. Mestinya kalau sudah selesai, pasti diumumkan. Kan begitu," jelas Menteri ESDM Ignasius Jonan di Istana Negara, Selasa (10/1).

Lebih lanjut ia menjelaskan, sampai saat ini, pemerintah belum menyimpulkan jenis produk hukum pengganti PP tersebut. Dalam menyusun peraturan tersebut, Presiden Jokowi hanya mengarahkan tiga hal. Yakni, penciptaan lapangan, dampak terhadap perekonomian daerah dan nasional dan tidak ada distorsi dari peraturan yang bisa membuat perekonomian terganggu.

Baca Juga: Pemerintah Fasilitasi Freeport Agar Tetap Mau Berinvestasi

"Selain itu, kalau memang sudah waktunya divestasi, arahan pak Presiden ya divestasi. Indonesia harus mayoritas. Pak Presiden juga minta penerimaan negara tidak boleh berkurang bahkan harus lebih," tegas dia.

Sayang, Jonan tak mau merinci lebih jauh ihwal rencana perubahan peraturan itu. "Nanti setelah pembahasan, kalau selesai baru diumumkan," tambahnya.

Sebelumnya, Kementerian ESDM memberikan beberapa rekomendasi terkait perubahan PP Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Perubahan ini dilakukan sebagai kepastian terkait ekspor ore yang berakhir 11 Januari 2017.

Beberapa poin rekomendasi tersebut terdiri dari pelarangan ekspor bagi enam jenis ore, perubahan status izin Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi agar bisa melaksanakan ekspor. Kalau telah memiliki IUPK, perusahaan tambang diberi batas waktu perpanjangan IUPK minimal lima tahun sebelum kontrak itu berakhir.

Baca Juga: Divestasi Freeport, Jokowi Beri Sinyal Rombak Aturan

Kemudian, perusahaan tambang yang diberi izin ekspor harus membayar bea keluar kepada negara sesuai dengan besaran tarif yang saat ini masih dihitung oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Selanjutnya, perusahaan tambang wajib melakukan pemurnian nikel kadar rendah yang mana aturan ini akan dimasukkan ke dalam revisi Peraturan Menteri Nomor 8 Tahun 2015 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri.

Terakhir, rekomendasi menyebutkan perusahaan tambang dapat melaksanakan divestasi saham melalui skema penawaran umum (Initial Public Offering/IPO) di bursa saham.


Sumber: Cnn


www.MediaIslam.Org - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tetap mendesak PT Freeport Indonesia merealisasikan pembangunan pabrik pengolahan hasil tambang (smelter) di Indonesia. Hal tersebut penting dilakukan, mengingat perusahaan tambang lain telah memenuhi kewajibannya membangun smelter sesuai ketentuan Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara yang berlaku di Indonesia.

Direktur Jendral Industri Logam, Mesin, Alat, Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, kewajiban membangun smelter bagi perusahaan tambang asing juga telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba.

Baca Juga: Hari Ini Jokowi akan Putuskan Nasib Kebijakan Relaksasi Ekspor Mineral Mentah Freeport!

"Memang sudah lewat batas waktunya, tapi kita tetap harus mencari jalan bagaimana supaya Freeport tetap bekerja, tapi tetap pemerintah tidak langgar Undang-Undang. Kita bahas itu di kantor presiden besok (hari ini), mau revisi PP atau bikin yang (peraturan) baru," kata Putu, kemarin.

Meskipun ada perubahan peraturan melalui kebijakan yang nantinya diputuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah rapat selesai, Putu menyebut hal tersebut tentu telah melalui berbagai pertimbangan. Salah satunya tidak mengganggu kegiatan pertambangan nasional.

�Semuanya sudah dipersiapkan, entah itu PP yang direvisi atau ada Perppu, nanti kita hasilkan setelah rapat. Yang jelas tetap harus bangun smelter sebelum kita perpanjang kontrak," katanya.

Kewajiban membangun smelter merupakan implementasi turunan dari Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba. Dalam UU tersebut, pemerintah melarang adanya kegiatan ekspor untuk beberapa komoditas termasuk konsentrat tembaga, emas, dan perak yang diproduksi perusahaan tambang yang belum memiliki smelter.

Petinggi Freeport sendiri memastikan baru akan membangun smelter di Gresik, Jawa Timur, setelah mengantongi perpanjangan kontrak karya dari pemerintah Indonesia.

Bos Freeport Clementino Lamury beralasan, untuk membangun smelter di Gresik, perusahaan asal Amerika Serikat tempatnya bekerja memerlukan biaya yang besar. Sehingga Freeport membutuhkan kepastian investasi jangka panjang melalui kontrak baru.


Sumber: Cnn


www.MediaIslam.Org - Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat H Mohammad Rum mengungkapkan kondisi kota Bima 90 persen mulai pulih pascabanjir bandang, Desember lalu.

"Kita pikir tiga sampai empat hari ke depan proses pembersihan sudah selesai," kata Mohammad Rum di Mataram, Selasa.

Ia menjelaskan, meski 90 persen kondisi kota Bima sudah mulai pulih, namun di beberapa tempat seperti di Kelurahan Dara dan Penaraga tim tanggap darurat masih kesulitan melakukan pembersihan.

Hal ini disebabkan, kondisi wilayah Kelurahan Dara, lebih rendah sehingga lebih susah dalam proses pembersihan. Begitu pun di Kelurahan Penaraga.

"Tapi kita sedang berusaha, dalam waktu tiga empat hari ke depan sudah selesai," katanya.

Menurut Rum, saat ini pemerintah terus mempercepat pemulihan kota Bima, dengan memprioritaskan pada sejumlah program, di antaranya perbaikan drainase kota, pembuatan normalisasi sungai, perkuatan tebing sungai, termasuk di sektor hulu, yakni melakukan reboisasi hutan yang rusak.

Baca Juga: Korban Banjir Bima Butuh Bantuan

Pemerintah telah memperpanjang masa tanggap darurat banjir bandang di Kota Bima, hingga 14 hari. Semula masa tanggap darurat berakhir 5 Januari 2017, namun diperpanjang hingga 19 Januari 2017.

"Tanggap darurat tidak ada batasan anggaran, silakan saja digunakan nanti akan dirembes oleh BNPB. Anggaran sudah ada di negara tinggal "on call" Rp2 triliun," jelasnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Bima, Syahrial Nuryaddin, mengatakan pemerintah melalui BNPB telah membagi bidang kerja dalam lima sektor pada tahap rehabilitasi dan rekontruksi, yaitu permukiman, infrastruktur, sosial, ekonomi produktif, dan lintas sektor.

Sektor permukiman meliputi perumahan dan prasarana lingkungan. Sektor infrastruktur meliputi transportasi, energi, air dan sanitasi, sumberdaya air, dan telekomunikasi.

Baca Juga: Dahsyatnya Banjir Bandang di Bima, Jembatan Terputus Sampai Rumah Tenggelam

Kemudian di sektor sosial meliputi bangunan bersejarah dan cagar budaya, seni budaya, kelembagaan sosial, keagamaan, pendidikan, dan kesehatan. Selanjutnya, di sektor ekonomi produktif meliputi pertanian tanaman pangan dan peternakan, pariwisata, perikanan, perdagangan, koperasi, dan perindustrian.

Terakhir, lintas sektor yang mencakup pemerintahan, keuangan dan perbankan, keamanan dan ketertiban (Polri), pertahanan (TNI), dan lingkungan hidup. (Antara)


www.MediaIslam.Org - Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M Iriawan memperkirakan sidang kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok selesai pada Mei 2017.

"Saya telah berdiskusi dengan hakim, sidang Ahok kemungkinan selesai pada Mei karena saksinya cukup banyak ada 46 saksi. Seminggu empat saksi (yang dihadirkan) saja sudah hampir delapan minggu waktu yang dibutuhkan, belum nanti ada duplik dan pembelaan," kata Iriawan di Gedung Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (10/1).

Baca Juga: Saksi Umi Irena Handono 'Tunjuk-tunjuk Ahok di Persidangan'

Dalam sidang kelima ini beragendakan pemeriksaan saksi-saksi pelapor dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) sama seperti sidang keempat sebelumnya pada Selasa (3/1). Iriawan pun menyatakan Polda Metro Jaya tetap memberikan pengamanan sidang Ahok secara maksimal.

"Insya Allah setiap Selasa kami amankan sidang Ahok dengan maksimal dibantu juga dari TNI," tuturnya.

Ia pun menambahkan bahwa kemungkinan sidang Ahok akan tetap diadakan di Auditorium Kementerian Pertanian. "Sementara sidang tetap diputuskan di sini," ucap Iriawan.

Baca Juga: Tuntut Ahok Dipenjara, Ribuan Umat Islam Kawal Sidang Kelima Kasus Penistaan Agama

Dalam sidang hari Selasa (10/1), sekitar 2.000 personel kepolisian dikerahkan menjaga sidang kelima terdakwa kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok di Gedung Kementerian Pertanian.

Sumber : Antara
loading...

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget