Kampanye Partai Masyumi di Rawa Badak, Tanjung Priok, Jakarta, 27 Maret 1955. Foto/Koleksi Perpustakaan Nasional |
Biografi - Sengitnya pertarungan antarpartai dan meruncingnya friksi politik di Pemilu 1955 berdampak pada munculnya gangguan keamanan.
Keadaan ini diperparah dengan persoalan gejolak daerah warisan revolusi yang tak kunjung usai. DI/TII yang menafikan keberadaan Republik Indonesia masih menjadi ancaman serius penyelenggaraan pemilu di berbagai daerah, seperti Jawa Barat, Sumatra dan Sulawesi.
Gangguan keamanan itu muncul sejak masa persiapan pemilu. Berdasarkan laporan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) kepada pemerintah, seperti terekam dalam "Inventaris Arsip Sekretariat Negara Kabinet Perdana Menteri tahun 1950-1959" (Nomor Arsip 1916) koleksi ANRI, daerah-daerah yang relatif aman dan tidak mendapat gangguan keamanan selama distribusi logistik dan pendataan pemilih antara lain Jakarta Raya, Jawa Barat (meskipun terdapat gangguan kemananan, terutama dari DI/TII, namun skalanya kecil dibandingkan dengan persoalan keamanan di luar Jawa), Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Nusa Tenggara.
Daerah-daerah tersebut dapat menyelesaikan proses pendataan pemilih satu bulan kemudian, pada akhir Juni 1954 atau sebelumnya. Sementara daerah-daerah yang terdapat gangguan keamanan seperti Aceh, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, dan beberapa kecamatan di Tasikmalaya, Jawa Barat proses pendaftaran pemilihnya berlangsung lebih lama. Kendala berikutnya, seperti pada beberapa desa di Kalimantan yang penduduknya buta huruf, adalah harus menunggu pendaftar dari desa lain untuk melakukan pendataan.
Persoalan transportasi baik darat, laut, maupun angkutan sungai yang terbatas juga menjadi penghambat tugas Panitia Pendaftaran Pemilih. Selama proses pendataan itu, beberapa panitia gugur dalam menjalankan tugas akibat tindakan gerombolan-gerombolan yang mengganggu proses jalannya pemilu.
Baca selengkapnya di Tirto.id
Baca selengkapnya di Tirto.id
loading...
Post a Comment