Biografi - Harus diakui, setiap kemenangan politik selalu diikuti kegiatan kanduri. Makan-makan dengan menu gulai kambing, masakan lembu/kerbau, si itek, dan lainnya sudah menjadi pemandangan yang mentradisi dalam hajatan politik.
Bukan hanya itu, penyambutan kemenangan politik, atau jabatan politik baru juga diikuti dengan ucapan selamat dari berbagai pihak, baik melalui iklan di media maupun melalui iklan di papan bunga.
Ditengah kebiasaan yang sudah mentradisi di hajatan politik kekuasaan itu, Irwandi Yusuf, gubernur terpilih menawarkan gagasan kombinasi, mempertemukan kenduri dengan aksi kegiatan sosial.
Syukuran kenduri tidak dibuang, melainkan kenduri dilakukan setelah dilakukan syukuran membantu merehab rumah yatim miskin. Setiap usai merehab 25 rumah baru dilakukan kenduri. Menariknya, biaya rehab rumah juga dilakukan lewat donasi publik.
Kepada semua donatur akan disampaikan ucapan terimakasih, dengan cara mencantumkan nama si penyumbang di plakat yang dibuat khusus dan ditempelkan di bagian rumah yang direhab. Cara ini, menurutnya tidaklah riya’ melainkan sebagai bahagian dari dakwah untuk membangun gerakan sosial yang lebih luas.
Ide baru ini disambut luas oleh publik. Kesadaran publik atas realitas sosial dimana memang masih banyak rumah yatim miskin yang masih sangat memprihatinkan mendorong publik untuk bersedia ambil bagian dalam membantu sesama. Mereka pasti akan ikut serta sejauh pengelolanya dapat dipercaya.
Mereka sadar, pemerintah dengan segenap problematika yang melilitnya tidak mungkin lagi diharapkan menjadi solusi tunggal, publik ingin juga menolong sesama sebagai bahagian dari kesadaran humanis bahkan kesadaran keagamaan.
Tradisi donasi publik bukanlah aksi baru, ia sudah ada sejak manusia hadir secara sosial. Begitu pula dengan cara berterimakasih melalui penulisan nama penyumbang di plakat yang ditempelkan. Di berbagai negara, ide ini sudah ada dan bisa dilihat di banggunan yang berkaitan dengan keagamaan. Bahkan ada juga penulisan nama di donasi dalam bentuk pohon.
Saripati kebaikan ini memang sepantasnya kita dukung penuh. Kenduri sebagai bagian dari tradisi yang dapat membangun silahturahim masih patut untuk diteruskan mengingat dampak ekonomi yang terdapat di dalamnya, dan pada saat yang bersamaan kegiatan sosial yang langsung bermanfaat bagi saudara kita yang dhuafa juga penting digalakkan sebab kemenangan yang patut dirayakan adalah kemenangan yang membahagiakan banyak orang sekaligus membantu banyak orang pula. Inilah hajatan politik yang dirindukan oleh semua.
Bisa dibayangkan betapa ide sederhana yang melibatkan publik luas ini akan menjadi gerakan sosial baru di Aceh jika saja hal yang sama juga diikuti oleh seluruh bupati atau walikota terpilih di pilkada 2017. Maka, tidak salah juga bila gubernur terpilih menularkan ide baru terkait syukuran ini kepada bupati-walikota terpilih lainnya. Mengajak orang lain juga bukan kesalahan, apalagi mengajak ke jalan kebaikan. Yang mengajak dapat pahala, dan yang diajak juga mendapat pahala. Bukankah begitu? [aceHTrend.co]
Bukan hanya itu, penyambutan kemenangan politik, atau jabatan politik baru juga diikuti dengan ucapan selamat dari berbagai pihak, baik melalui iklan di media maupun melalui iklan di papan bunga.
Ditengah kebiasaan yang sudah mentradisi di hajatan politik kekuasaan itu, Irwandi Yusuf, gubernur terpilih menawarkan gagasan kombinasi, mempertemukan kenduri dengan aksi kegiatan sosial.
Syukuran kenduri tidak dibuang, melainkan kenduri dilakukan setelah dilakukan syukuran membantu merehab rumah yatim miskin. Setiap usai merehab 25 rumah baru dilakukan kenduri. Menariknya, biaya rehab rumah juga dilakukan lewat donasi publik.
Kepada semua donatur akan disampaikan ucapan terimakasih, dengan cara mencantumkan nama si penyumbang di plakat yang dibuat khusus dan ditempelkan di bagian rumah yang direhab. Cara ini, menurutnya tidaklah riya’ melainkan sebagai bahagian dari dakwah untuk membangun gerakan sosial yang lebih luas.
Ide baru ini disambut luas oleh publik. Kesadaran publik atas realitas sosial dimana memang masih banyak rumah yatim miskin yang masih sangat memprihatinkan mendorong publik untuk bersedia ambil bagian dalam membantu sesama. Mereka pasti akan ikut serta sejauh pengelolanya dapat dipercaya.
Mereka sadar, pemerintah dengan segenap problematika yang melilitnya tidak mungkin lagi diharapkan menjadi solusi tunggal, publik ingin juga menolong sesama sebagai bahagian dari kesadaran humanis bahkan kesadaran keagamaan.
Tradisi donasi publik bukanlah aksi baru, ia sudah ada sejak manusia hadir secara sosial. Begitu pula dengan cara berterimakasih melalui penulisan nama penyumbang di plakat yang ditempelkan. Di berbagai negara, ide ini sudah ada dan bisa dilihat di banggunan yang berkaitan dengan keagamaan. Bahkan ada juga penulisan nama di donasi dalam bentuk pohon.
Saripati kebaikan ini memang sepantasnya kita dukung penuh. Kenduri sebagai bagian dari tradisi yang dapat membangun silahturahim masih patut untuk diteruskan mengingat dampak ekonomi yang terdapat di dalamnya, dan pada saat yang bersamaan kegiatan sosial yang langsung bermanfaat bagi saudara kita yang dhuafa juga penting digalakkan sebab kemenangan yang patut dirayakan adalah kemenangan yang membahagiakan banyak orang sekaligus membantu banyak orang pula. Inilah hajatan politik yang dirindukan oleh semua.
Bisa dibayangkan betapa ide sederhana yang melibatkan publik luas ini akan menjadi gerakan sosial baru di Aceh jika saja hal yang sama juga diikuti oleh seluruh bupati atau walikota terpilih di pilkada 2017. Maka, tidak salah juga bila gubernur terpilih menularkan ide baru terkait syukuran ini kepada bupati-walikota terpilih lainnya. Mengajak orang lain juga bukan kesalahan, apalagi mengajak ke jalan kebaikan. Yang mengajak dapat pahala, dan yang diajak juga mendapat pahala. Bukankah begitu? [aceHTrend.co]
loading...
Post a Comment