Biografi - Banyak yang tidak tahu mengenai sejarah masjid Agung Baing Yusuf yang kini berdiri megah di pusat Purwakarta kota, nama masjid tersebut diambil dari nama sosok penyebar agama Islam di Purwakarta.
Sosok tersebut adalah Raden H Mochammad Joseoef bin Raden Djajanegara atau yang dikenal dengan Syekh Baing Yusuf, yang diketahui orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di Purwakarta pada era 1800-an.
Diceritakan oleh salah satu pengurus masjid Agung Baing Yusuf, RH Sanusi AS, Baing Yusuf yang masih keturunan kerajaan Padjajaran, lahir di Bogor pada tahun 1700-an dengan kecerdasan yang diatas rata-rata.
"Sekitar 1826, Baing Yusuf mulai mendirikan mesjid ini (masjid agung) sebagai tempat syiar Islam. Saat itu tempatnya masih hutan karena pusat pemerintahan masih berada di Wanayasa," ujar Sanusi saat ditemui di Purwakarta.
Perjalanan menuju Purwakarta oleh Syekh Baing Yusuf pada umurnya 23 tahun, diawali dari daerah kelahirannya Bogor hingga Purwakarta. Perjalananya itu berasal dari arahan mimpinya untuk mencari sebuah tempat menyebarkan agama Islam.
Saat Baing Yusuf datang ke Purwakarta, warganya masih belum banyak memeluk keyakinan sebuah agama, dan mayoritas belum tersentuh pendidikan seperti membaca atau menulis.
"Ilmu agama yang dimilikinya dulu didapat dari tanah Mekkah, beliau pergi ke Arab di usia 13 tahun dan Kembali ke Indonesia di usia 23 tahun," katanya.
Karena ingin mengajarkan ilmu agama, dirinya membangun sebuah bangunan sederhana yang kini menjadi masjid agung Purwakarta, untuk mengajarkan warga ilmu agama.
Sanusi menjelaskan untuk mempermudah warga Purwakarta mendalami ilmu agama yang disebarkan, Baing Yusuf membuat sebuah kitab fikih dan tasawuf dengan menggunakan bahasa sunda, yang notabene menjadi bahasa sehari-hari warga.
"Menyusun kitab fikih dan tasawuf dengan bahasa Sunda, tulisannya sih huruf arab tapi ada bahasa sundanya. Karena? dulu kan mayoritas masyarakat berbahasa Sunda, dan belum bisa membaca tulisan Arab," jelas Sanusi.
Seiring waktu berjalan, pusat pemerintahan pun di pindah ke Purwakarta pada pertengahan tahun 1800an, tempat masjid berdiri kini. Saat itu juga masyarakat semakin ramai yang mengerti dan memeluk agama Islam.
"Pindahnya pemerintahan dari Wanayasa ke Purwakarta, disini udah berjalan penyebaran agama dengan menggunakan kitab susunan beliau, setelah itu semakin masif dan ramai," tambahnya.
Tidak hanya dari negeri Arab, Baing Yusuf pun memperdalam ilmu agama dari salah seorang alim ulama Indonesia, bernama Syaikh Campaka Putih atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran Diponegoro.
Dengan kecerdasan yang sangat tinggi, dari dirinya berumur tujuh tahun sudah dapat berbahasa Arab dan hanya dengan jarak satu tahun telah memahami isi kitab suci Al-Quran, oleh karena itu tidak sedikit yang berguru kepadanya, hingga menjadi ulama ulama besar di Indonesia.
"Salah satu muridnya yang dikenal banyak orang adalah imam Masjidil Haram, Syekh Nawawi Al-Bantani," ungkapnya.
Syekh Nawawi Al-Bantani merupakan sosok intelektual dan ulama terkenal bertaraf internasional, yang juga sempat menjadi Imam Masjidil Haram yang juga penulis 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fikih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Kini, masjid yang dulunya di bangun dengan sederhana, berdiri megah dengan beberapa kali perbaikan hingga seperti saat ini dan menjadi saksi bisu sejarah penyebaran agama Islam di kabupaten terkecil kedua di Jawa Barat?.
Tempat tinggal Syekh Baing Yusuf yang berada tepat dibelakang masjid, kini berubah menjadi sebuah makam yang setiap harinya terus dikunjungi warga, untuk mendoakan ulama penyebar ajaran Islam di daerah yang kini di pimpin oleh Dedi Mulyadi. (arah.com)
Sosok tersebut adalah Raden H Mochammad Joseoef bin Raden Djajanegara atau yang dikenal dengan Syekh Baing Yusuf, yang diketahui orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di Purwakarta pada era 1800-an.
Diceritakan oleh salah satu pengurus masjid Agung Baing Yusuf, RH Sanusi AS, Baing Yusuf yang masih keturunan kerajaan Padjajaran, lahir di Bogor pada tahun 1700-an dengan kecerdasan yang diatas rata-rata.
Makam pembawa agama Islam di Purwakarta Raden H Mochammad Joseoef bin Raden Djajanegara atau yang dikenal dengan Syekh Baing Yusuf. (Foto/arah.com/Haryanto) |
Perjalanan menuju Purwakarta oleh Syekh Baing Yusuf pada umurnya 23 tahun, diawali dari daerah kelahirannya Bogor hingga Purwakarta. Perjalananya itu berasal dari arahan mimpinya untuk mencari sebuah tempat menyebarkan agama Islam.
Saat Baing Yusuf datang ke Purwakarta, warganya masih belum banyak memeluk keyakinan sebuah agama, dan mayoritas belum tersentuh pendidikan seperti membaca atau menulis.
"Ilmu agama yang dimilikinya dulu didapat dari tanah Mekkah, beliau pergi ke Arab di usia 13 tahun dan Kembali ke Indonesia di usia 23 tahun," katanya.
Karena ingin mengajarkan ilmu agama, dirinya membangun sebuah bangunan sederhana yang kini menjadi masjid agung Purwakarta, untuk mengajarkan warga ilmu agama.
Sanusi menjelaskan untuk mempermudah warga Purwakarta mendalami ilmu agama yang disebarkan, Baing Yusuf membuat sebuah kitab fikih dan tasawuf dengan menggunakan bahasa sunda, yang notabene menjadi bahasa sehari-hari warga.
"Menyusun kitab fikih dan tasawuf dengan bahasa Sunda, tulisannya sih huruf arab tapi ada bahasa sundanya. Karena? dulu kan mayoritas masyarakat berbahasa Sunda, dan belum bisa membaca tulisan Arab," jelas Sanusi.
Seiring waktu berjalan, pusat pemerintahan pun di pindah ke Purwakarta pada pertengahan tahun 1800an, tempat masjid berdiri kini. Saat itu juga masyarakat semakin ramai yang mengerti dan memeluk agama Islam.
"Pindahnya pemerintahan dari Wanayasa ke Purwakarta, disini udah berjalan penyebaran agama dengan menggunakan kitab susunan beliau, setelah itu semakin masif dan ramai," tambahnya.
Tidak hanya dari negeri Arab, Baing Yusuf pun memperdalam ilmu agama dari salah seorang alim ulama Indonesia, bernama Syaikh Campaka Putih atau yang lebih dikenal sebagai Pangeran Diponegoro.
Dengan kecerdasan yang sangat tinggi, dari dirinya berumur tujuh tahun sudah dapat berbahasa Arab dan hanya dengan jarak satu tahun telah memahami isi kitab suci Al-Quran, oleh karena itu tidak sedikit yang berguru kepadanya, hingga menjadi ulama ulama besar di Indonesia.
"Salah satu muridnya yang dikenal banyak orang adalah imam Masjidil Haram, Syekh Nawawi Al-Bantani," ungkapnya.
Syekh Nawawi Al-Bantani merupakan sosok intelektual dan ulama terkenal bertaraf internasional, yang juga sempat menjadi Imam Masjidil Haram yang juga penulis 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fikih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis.
Kini, masjid yang dulunya di bangun dengan sederhana, berdiri megah dengan beberapa kali perbaikan hingga seperti saat ini dan menjadi saksi bisu sejarah penyebaran agama Islam di kabupaten terkecil kedua di Jawa Barat?.
Tempat tinggal Syekh Baing Yusuf yang berada tepat dibelakang masjid, kini berubah menjadi sebuah makam yang setiap harinya terus dikunjungi warga, untuk mendoakan ulama penyebar ajaran Islam di daerah yang kini di pimpin oleh Dedi Mulyadi. (arah.com)
loading...
Post a Comment