SuaraNetizen.com - Riuh canda seperti tak ada habisnya ketika dua orang berkebangsaan Jepang bertamu di Lantai 3 Gedung PBNU, Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Jumat (6/1). Sore itu keduanya yang hendak menyatakan diri sebagai muallaf disambut hangat sejumlah pengurus harian PBNU.
Sebelum prosesi pembacaan dua kalimat syahadat, Tatsunori Hoshi dan Ohnuma Yoka, pria dan wanita berkebangsaan Jepang itu, berbincang dengan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj. Obrolan berlangsung santai dengan sesekali Kiai Said menyisipkan guyonan.
�Arigatou sasamasu�� sapa Ketua PBNU Marsudi Syuhud yang baru datang sambil membungkukkan badan. Tatsunori Hoshi dan Ohnuma Yoka tertawa. Seharusnya, arigatou gozaimasu. Di Jepang, ungkapan ini juga tak lazim untuk menyapa orang karena artinya terima kasih. Kiai Said pun ikut tertawa.
Menjadi muallaf atau berpindah agama adalah keputusan besar, bahkan menegangkan bagi sebagian orang. Namun, Kiai Said dalam kesempatan itu seolah hendak menghilangkan ketegangan tersebut dengan gaya komunikasi yang sangat rileks dan cair.
Gaya yang sama juga ditunjukkan Kiai Said ketika membimbing para muallaf lain, seperti Ketua DPD Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Kabupaten Belitung Fendi Haryono pada Juni 2016, atau dua pengusaha Jepang bernama Ogawa Hideo dan Suzuki Nobukazu pada Desember 2015, atau warga asal Jepang Terao Taketoshi pada Maret 2016, dan lain-lain.
Pertama-tama Kiai Said biasanya bertanya kepada calon muallaf untuk memastikan bahwa pilihannya untuk masuk Islam bukan karena paksaan. Baru kemudian kiai asal Cirebon ini menjelaskan bahwa Islam membawa misi kasih sayang. Selain soal iman, Islam juga menekankan akhlak.
Karena itu, semakin teguh keyakinan seseorang, semakin terbuka ia terhadap perbedaan. Musuh sejati umat Islam bukan perbedaan, melainkan kezaliman dan kebiadaban. �Jika ada orang melakukan teror, aksi kekerasan yang mengatasnamakan Islam, berarti ia tak paham dengan Islam,� tuturnya.
Umumnya pandangan seperti ini pula yang menarik perhatian para calon muallaf memilih NU sebagai pintu untuk memasuki Islam yang moderat dan menjunjung tinggi perdamaian. Seperti Terao Taketoshi yang mengaku tertarik kepada NU karena konsisten menegakkan Islam rahmatan lil alamin.
Usai yakin bahwa perpindahan agama lahir dari kesadaran sendiri, Kiai Said lantas menuntun calon muallaf membaca dua kalimat syahadat kata demi kata. Prosesi pengucapan dua kalimat syahadat berlangsung khidmat meski ia tetap memberi toleransi jika calon muallaf tidak fasih dalam pelafalan rukun Islam pertama itu.
Soal nama baru sang muallaf, Kiai Said tak melakukan perubahan terhadap nama asli. Kalaupun ada perubahan, Kiai Said biasanya menambahkan nama Muhammad, Ahmad, Hasan, Ali, Sholehah, atau nama-nama lain yang akrab di lidah umat Islam kebanyakan.
Selanjutnya, mereka berfoto bersama, makan, atau berbincang lagi. Tak ada pembahasan seputar tema-tema berat tentang konsep ketuhanan, kenabian, atau lainnya. Islam dibahas prinsip-prinsipnya saja dan yang sejauh diterima para pemeluk baru Islam. �Islam itu mudah. Yang paling penting adalah tidak berhenti belajar,� kata Kiai Said. (Mahbib/NU.or.id)
Post a Comment